Minggu, 20 Desember 2015

PROFIL WIRAUSAHA SUKSES (Pengusaha Puding Puyo)

Founder dari Puyo ini adalah sepasang kakak adik yaitu Adrian Christoper Agus (23) dan Eugenie Patricia Agus (21). Bermula pada hobi sang ayah yang suka memasak, resep puding yang dimiliki ayah pun kini telah di kembangkan sehingga memiliki 9 rasa. Tidak tanggung-tanggung, Adrian serta Eugenie bereksperimen selama 3 bulan untuk mengembangkannya. Ini dilakukan agar puding Puyo mereka memiliki karakter serta rasa yang berbeda dari puding yang sudah beredar. Puyo tidak menggunakan susu hewani, melainkan menggunakan susu nabati,
Menurut Adrian dan Eugenie, marketing melalui sosial media sangatlah penting. Sosial media khususnya instagram sangat membantu usaha mereka, ditambah lagi mereka melakukan endorsmen kepada artis-artis untuk memperkenalkan produk mereka. Tidak hanya melalui sosial media, Adrian dan Eugenie kerap mengikuti bazar-bazar lokal yang sedang marak diadakan di mall-mall.
Dari modal 5 juta rupiah mereka mampu mengembangkan bisnisnya, yang dulunya hanya mampu memproduksi 100 cup per hari, kini permintaan mereka 10.000 cup perhari. Kini Adrian dan Eugenie telah memiliki 16 gerai serta 4 mobil box pendingin. Mereka berharap Puyo dapat bersaing dengan puding-puding dari luar negri yang sudah masuk lebih dulu di pasar Indonesia. Peluang bisnis kuliner atau usaha di bidang makanan dan minuman termasuk bisnis yang menjanjikan. Selama manusia masih butuh makan dan minum, selama itu pula pelaku usaha bisa mendulang untung besar.
Di samping menjualan makanan utama, jenis lain yang disukai konsumen adalah makanan penutup (desert). Salah satu desert yang populer di lidah masyarakat Indonesia adalah puding. Pelaku usaha yang merasakan manisnya laba dari bisnis ini adalah pasangan kakak adik Adrian Christopher Agus dan Eugenie Patricia Agus. Di bawah bendera Puyo, mereka merintis bisnis ini sejak Juli 2013.
Adrian mengaku alasan dia memproduksi puding awalnya iseng belaka. "Waktu itu ayah mencoba membuat resep puding. Ternyata, rasanya enak dan berbeda dengan puding yang dijual di pasar. Kami melihat ini sebagai peluang potensial," ujar pria yang baru berusia 22 tahun ini.
Bermodalkan uang Rp5 juta dari sang ayah, kakak adik ini mulai membeli perlengkapan dan peralatan untuk membuat puding. Setelah bereksperimen selama tiga bulan, Adrian menjual puding Puyo pada Juli 2013. Menurut dia, satu hal yang membedakan Puyo dengan puding lainnya ada di bahan dasar dan rasa. Alih-alih menggunakan susu hewani, dia justru memilih susu nabati yang lebih sehat. "Bukan cuma lebih sehat, puding kami juga cocok bagi mereka yang tidak bisa mengonsumsi susu hewani."
Selain itu, Puyo juga menawarkan rasa-rasa tak biasa, misalnya ubi ungu (taro), permen karet (bubble gum), pisang, teh hijau (green tea), stroberi, cokelat, mangga, dan hazelnut. Setial rasa hadir dengan warna puding yang menarik dan berbeda satu sama lain.
Pertumbuhan usaha Adrian dan Eugene tak hanya terlihat dari bertambahnya varian rasa, tetapi kapasitas produksi. Jika dulu dia hanya mampu membuat 100 cup puding, kini tim Puyo mampu menghasilkan 2.000-3.000 cup puding setiap hari.
Satu kemasan puding Puyo memiliki isi 240gram. Adrian membanderol puding-puding tersebut dengan harga Rp12.500 per cup dan Rp135.000 untuk satu lusin cup puding. Sayangnya, dia tidak mau mengungkapkan omzet dan margin keuntungan yang dia dapat. "Omzet Puyo di luar ekspektasi kami. Yang jelas, bisnis puding ini sangat potensil," katanya.

Setelah sukses menggaet konsumen via media sosial, dia juga beberapa kali mengikuti bazaar. Dari situ, antusiasme pembeli akan brand Puyo terus meningkat. Selain mengikuti bazaar, dia pun memberanikan diri untuk membuka gerai atau booth di dalam mall. Booth Puyo pertama diresmikan di salah satu pusat perbelanjaan di Alam Sutera, Tangerang, Jawa Barat dan booth kedua berlokasi di daerah Jakarta Selatan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar