Founder dari Puyo ini adalah
sepasang kakak adik yaitu Adrian Christoper Agus (23) dan Eugenie Patricia Agus
(21). Bermula pada hobi sang ayah yang suka memasak, resep puding
yang dimiliki ayah pun kini telah di kembangkan sehingga memiliki 9 rasa. Tidak
tanggung-tanggung, Adrian serta Eugenie bereksperimen selama 3 bulan untuk
mengembangkannya. Ini dilakukan agar puding Puyo mereka memiliki karakter serta
rasa yang berbeda dari puding yang sudah beredar. Puyo tidak menggunakan susu
hewani, melainkan menggunakan susu nabati,
Menurut Adrian dan Eugenie,
marketing melalui sosial media sangatlah penting. Sosial media khususnya
instagram sangat membantu usaha mereka, ditambah lagi mereka melakukan
endorsmen kepada artis-artis untuk memperkenalkan produk mereka. Tidak hanya
melalui sosial media, Adrian dan Eugenie kerap mengikuti bazar-bazar lokal yang
sedang marak diadakan di mall-mall.
Dari modal 5 juta rupiah mereka
mampu mengembangkan bisnisnya, yang dulunya hanya mampu memproduksi 100 cup per
hari, kini permintaan mereka 10.000 cup perhari. Kini Adrian dan Eugenie telah
memiliki 16 gerai serta 4 mobil box pendingin. Mereka berharap Puyo dapat
bersaing dengan puding-puding dari luar negri yang sudah masuk lebih dulu di
pasar Indonesia. Peluang bisnis kuliner atau usaha di bidang makanan dan
minuman termasuk bisnis yang menjanjikan. Selama manusia masih butuh makan dan
minum, selama itu pula pelaku usaha bisa mendulang untung besar.
Di samping menjualan makanan utama,
jenis lain yang disukai konsumen adalah makanan penutup (desert). Salah satu
desert yang populer di lidah masyarakat Indonesia adalah puding. Pelaku usaha
yang merasakan manisnya laba dari bisnis ini adalah pasangan kakak adik Adrian
Christopher Agus dan Eugenie Patricia Agus. Di bawah bendera Puyo, mereka
merintis bisnis ini sejak Juli 2013.
Adrian mengaku alasan dia
memproduksi puding awalnya iseng belaka. "Waktu itu ayah mencoba membuat
resep puding. Ternyata, rasanya enak dan berbeda dengan puding yang dijual di
pasar. Kami melihat ini sebagai peluang potensial," ujar pria yang baru
berusia 22 tahun ini.
Bermodalkan uang Rp5 juta dari sang
ayah, kakak adik ini mulai membeli perlengkapan dan peralatan untuk membuat
puding. Setelah bereksperimen selama tiga bulan, Adrian menjual puding Puyo
pada Juli 2013. Menurut dia, satu hal yang membedakan Puyo dengan puding
lainnya ada di bahan dasar dan rasa. Alih-alih menggunakan susu hewani, dia
justru memilih susu nabati yang lebih sehat. "Bukan cuma lebih sehat,
puding kami juga cocok bagi mereka yang tidak bisa mengonsumsi susu
hewani."
Selain itu, Puyo juga menawarkan
rasa-rasa tak biasa, misalnya ubi ungu (taro), permen karet (bubble gum),
pisang, teh hijau (green tea), stroberi, cokelat, mangga, dan hazelnut. Setial
rasa hadir dengan warna puding yang menarik dan berbeda satu sama lain.
Pertumbuhan usaha Adrian dan Eugene
tak hanya terlihat dari bertambahnya varian rasa, tetapi kapasitas produksi.
Jika dulu dia hanya mampu membuat 100 cup puding, kini tim Puyo mampu
menghasilkan 2.000-3.000 cup puding setiap hari.
Satu kemasan puding Puyo memiliki
isi 240gram. Adrian membanderol puding-puding tersebut dengan harga Rp12.500
per cup dan Rp135.000 untuk satu lusin cup puding. Sayangnya, dia tidak mau
mengungkapkan omzet dan margin keuntungan yang dia dapat. "Omzet Puyo di
luar ekspektasi kami. Yang jelas, bisnis puding ini sangat potensil,"
katanya.
Setelah sukses menggaet konsumen via
media sosial, dia juga beberapa kali mengikuti bazaar. Dari situ, antusiasme
pembeli akan brand Puyo terus meningkat. Selain mengikuti bazaar, dia pun
memberanikan diri untuk membuka gerai atau booth di dalam mall. Booth Puyo
pertama diresmikan di salah satu pusat perbelanjaan di Alam Sutera, Tangerang,
Jawa Barat dan booth kedua berlokasi di daerah Jakarta Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar